Viral-24.ID
Jakarta - Kasus-kasus penembakan oleh aparat kepolisian yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir mencerminkan krisis serius dalam penegakan hukum di Indonesia. Tidak hanya menyoroti lemahnya pengawasan internal, tetapi juga menunjukkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM).
Jakarta - Kasus-kasus penembakan oleh aparat kepolisian yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir mencerminkan krisis serius dalam penegakan hukum di Indonesia. Tidak hanya menyoroti lemahnya pengawasan internal, tetapi juga menunjukkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM).
Ketika polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru menjadi ancaman, reformasi menyeluruh terhadap institusi Polri menjadi tuntutan yang tidak bisa ditunda.
Potret Kekerasan oleh Aparat
Rentetan kasus penembakan melibatkan polisi, seperti penembakan seorang remaja di Semarang dan seorang warga sipil di Bangka, menggarisbawahi pola represif yang mengakar. Dalam kasus di Semarang, Gamma Rizkynata, seorang pelajar berusia 16 tahun, ditembak mati dengan alasan yang tidak proporsional. Sementara di Bangka, seorang warga bernama Beni kehilangan nyawa setelah diduga mencuri buah sawit. Kedua kasus ini adalah bagian dari tren menakutkan yang, menurut Amnesty International Indonesia, telah merenggut setidaknya 31 nyawa sepanjang 2024 akibat pembunuhan di luar hukum oleh aparat.
Lebih mengejutkan lagi adalah kasus di Solok Selatan, Sumatera Barat, di mana seorang polisi senior menembak rekannya sendiri dalam konflik terkait tambang ilegal. Peristiwa ini menunjukkan indikasi keterlibatan aparat dalam praktik ilegal, seperti menjadi pelindung aktivitas pertambangan tanpa izin.
Polisi dan Penggunaan Senjata Api
Penggunaan senjata api oleh polisi seharusnya mematuhi prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas. Senjata api hanya boleh digunakan sebagai langkah terakhir untuk melindungi nyawa, bukan sebagai alat intimidasi atau penghukuman di tempat. Namun, berbagai kasus terbaru menunjukkan kegagalan implementasi prinsip ini.
Dalam kasus di Semarang, klaim polisi bahwa penembakan dilakukan untuk melerai tawuran sulit diterima mengingat keterangan saksi yang menyangkal keberadaan tawuran. Demikian pula, tindakan menembak tersangka pencurian di Bangka mencerminkan penghukuman di luar proses hukum yang melanggar hukum nasional dan internasional.
Rekomendasi untuk Reformasi
Krisis ini membutuhkan pendekatan komprehensif untuk menyelesaikan akar masalah. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu segera diambil:
1. Investigasi Independen
Komnas HAM dan lembaga independen lain harus memimpin penyelidikan terhadap kasus-kasus penembakan ini. Hasil investigasi harus disampaikan secara transparan kepada publik untuk memastikan kepercayaan masyarakat.
2. Reformasi Prosedur Penggunaan Senjata Api
Perlu ada revisi kebijakan penggunaan senjata api oleh aparat, termasuk pelatihan ulang untuk memastikan mereka memahami batasan dan tanggung jawab dalam penggunaannya.
3. Akuntabilitas Komando
Bukan hanya petugas lapangan, tetapi juga atasan yang bertanggung jawab atas pengawasan harus diperiksa. Tindakan ini penting untuk menghentikan budaya impunitas di tubuh kepolisian.
4. Evaluasi Kelembagaan Polri
DPR RI dan Kompolnas harus memprakarsai audit menyeluruh terhadap struktur dan budaya di Polri. Tujuannya untuk mengidentifikasi titik lemah yang memungkinkan terjadinya kekerasan oleh aparat.
5. Pemulihan Hak Korban
Pemerintah harus memberikan reparasi kepada korban dan keluarga mereka. Ini termasuk kompensasi finansial, pemulihan psikologis, dan pemulihan nama baik.
Pentingnya Kepercayaan Publik
Polisi adalah institusi yang seharusnya menjaga kepercayaan publik. Namun, rentetan insiden ini justru mencoreng citra Polri. Dalam jangka panjang, jika reformasi tidak dilakukan, potensi konflik antara masyarakat dan aparat akan semakin meningkat, yang dapat mengancam stabilitas sosial.
Reformasi bukan hanya kebutuhan, tetapi keharusan untuk memastikan kepolisian Indonesia melindungi, bukan mengancam, hak asasi manusia. Tanpa langkah tegas, kasus-kasus ini akan terus berulang, merusak masa depan penegakan hukum dan keadilan di negeri ini. Indonesia butuh polisi yang berwibawa, bukan yang menebar ancaman.
Pewarta ; Irwan
Sumber : Syarief PPWI
Social Header